Palemahan.com-Di sela pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5) di Busan, aktivis muda lingkungan Aeshnina Azzahra Aqilani menyampaikan langsung surat serta dokumentasi kerusakan lingkungan kepada Diaz Faisal Malik Hendropriyono, Wakil Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup.
Dalam pertemuan itu, Aeshnina yang akrab disapa Nina menyoroti praktik daur ulang sampah impor di Jawa Timur dan Banten yang masih menimbulkan pencemaran. Ia mendesak Kementerian Lingkungan Hidup memperketat pengawasan terhadap industri kertas yang menggunakan sampah impor sebagai bahan baku, serta melakukan penelitian kadar dioksin di lokasi pembakaran limbah di Kepanjen Malang dan Tropodo Sidoarjo.
“Banyak pabrik kertas masih membuang limbah cair ke sungai, menimbulkan bau tidak sedap, dan menyebabkan ikan mati massal. KLH perlu melakukan monitoring agar limbah cair tidak terus mencemari sungai,” tegas Nina, yang juga dikenal sebagai Captain River Warrior Indonesia.
River Warrior Kirim Surat ke Presiden RI
Bersamaan dengan itu, organisasi kepemudaan peduli lingkungan River Warrior Indonesia yang dipimpin Aeshnina juga mengirimkan surat resmi ke Istana Negara pada Senin (25/11/2024). Surat tersebut ditujukan langsung kepada Presiden Republik Indonesia, menyoroti bahaya impor sampah plastik terhadap ekosistem dan kesehatan masyarakat.
“Kami menemukan tumpukan sampah impor di area pabrik daur ulang yang tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga masuk ke rantai makanan melalui zat berbahaya seperti dioksin, BPA, dan mikroplastik,” jelas Aeshnina dalam pernyataan tertulis.
Sungai Brantas dan Porong Tercemar
River Warrior memaparkan temuan lain berupa pencemaran di Sungai Brantas dan Sungai Porong akibat limbah cair pabrik daur ulang sampah impor. Kedua sungai ini merupakan sumber air bagi jutaan warga di Jawa Timur, termasuk Surabaya, Gresik, Mojokerto, dan Sidoarjo.
“Pencemaran ini sudah masuk ke rantai makanan dan jelas mengancam kesehatan masyarakat,” tambah Aeshnina.
Berdasarkan data UN Comtrade yang dikutip River Warrior, terdapat 11 negara pengirim sampah plastik terbesar ke Indonesia, di antaranya Jerman, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Ironisnya, negara-negara maju tersebut memiliki sistem pengelolaan limbah yang baik, tetapi tetap mengekspor sampah plastik ke negara berkembang untuk menghindari biaya pengolahan yang tinggi.
“Kami, generasi muda Indonesia, menolak dijadikan tempat pembuangan sampah dunia. Negara-negara maju harus bertanggung jawab atas limbahnya sendiri, bukan mengorbankan kesehatan dan lingkungan kami,” tegas Aeshnina.
Lima Tuntutan River Warrior Indonesia
Dalam suratnya, River Warrior Indonesia menyampaikan lima poin desakan kepada pemerintah:
1. Evaluasi seluruh izin impor perusahaan yang terlibat dalam perdagangan sampah plastik dan kertas.
2. Pengetatan pengawasan kontainer sampah impor di pelabuhan internasional.
3. Penguatan sistem pengelolaan sampah domestik melalui layanan pemilahan di desa dan kelurahan.
4. Penutupan lokasi pengolahan serta penimbunan sampah impor ilegal.
5. Mendesak negara pengekspor untuk bertanggung jawab membersihkan lokasi pembuangan ilegal di Indonesia.
Selain itu, River Warrior juga meminta agar pemerintah melibatkan generasi muda dalam penyusunan roadmap penghentian impor sampah plastik.
“Kami ingin masa depan Indonesia terbebas dari polusi plastik. Anak muda berhak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan,” uSejak 2019, River Warrior Indonesia aktif memantau serta mengadvokasi isu perdagangan sampah plastik internasional. Organisasi ini mengajak seluruh masyarakat mendukung langkah nyata demi menyelamatkan lingkungan hidup dari ancaman limbah impor.