Surabaya-
Di tengah perekonomian yang melemah, Seri diskusi urban farming kembali digelar Sekolah Alam Petani Muda Nusantara (Sampun). Kali ini menyasar gen z yang menjadi generasi penentu masa depan bangsa. Acara ini digelar di Sekretariat Sampun, Jl. Rungkut Menanggal 26 Surabaya, Sabtu (19/7)
Acara ini bekerja sama dengan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Komisariat ITATS dan dihadiri belasan pemuda dari berbagai daerah.

“Kegiatan ini membuka cakrawala pemahaman baru bagi kami. Banyak anak-anak daerah ketika belajar dikota, cenderung larut dengan kehidupan perkotaan. Kegiatan ini menjadi katalisator bahwa desa adalah sumber penopang negara, ” ujar Andris Korompis, ketua komisariat GMKI ITATS.
lebih lanjut, pemuda asal Toraja, Sulawesi Selatan ini menjelaskan, potensi kultur agraris dalam diskusi kali ini seolah menyadarkan kembali bahwa kerja tak harus melamar menjadi pegawai.
“Selama ini kita menganggap dunia pertanian tidak bisa diharapkan atau tidak memiliki potensi. Kita tahu kerja itu jadi karyawan, atau berdagang pada umumnya. Paling apes buka kios, hahaha.., ” lanjutnya sambil tertawa.

Sementara itu menurut Evan Binsar Siahaan, Di tengah tingginya angka pengangguran pemuda dan minimnya akses masyarakat kota terhadap sumber pangan sehat dan murah, SAMPUN — Sekolah Alam Petani Muda Nusantara — hadir dengan solusi menyeluruh melalui pendekatan urban farming terintegrasi yang menyeimbangkan aspek ekonomi, pendidikan, sosial, dan lingkungan.
“Kami tidak hanya menanam sayur atau beternak ayam. Kami sedang membangun roda kehidupan kota yang lebih sehat, adil, dan mandiri. SAMPUN adalah jawabannya,” tegas Evan Siahaan, pendiri SAMPUN dalam Seri Diskusi Urban Farming II di Surabaya.

SAMPUN mengembangkan ekosistem hidup berbasis empat pilar utama:
- Ekonomi
- Produksi sayuran, belut, ayam, maggot, dan ikan dalam ember
- Pengolahan hasil: abon belut, telur herbal, kompos organik
- Distribusi mandiri lewat koperasi dan pasar komunitas
- Pendidikan
- Sekolah alam untuk anak-anak mengenal pangan dan lingkungan
- Pelatihan pertanian dan peternakan untuk pemuda NEET
- Sistem mentor dari petani senior ke generasi muda
- Lingkungan
- Urban farming di lahan tidur, pekarangan, dan rooftop
- Komposting dan sistem air terintegrasi
- Menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan menekan sampah organik
- Sosial
- Tukar hasil panen dan dapur komunitas
- Gotong royong kebun warga
- Klinik pertanian dan lomba inovasi lokal
Dengan lebih dari 22% pemuda Indonesia tergolong NEET (Not in Employment, Education or Training), dan tingginya biaya hidup di kota besar seperti Surabaya, SAMPUN memfokuskan programnya pada pemberdayaan pemuda melalui pelatihan praktis, beasiswa urban farming, dan inkubasi usaha kecil berbasis pangan kota.
“Bagi kami, petani kota bukan sekadar profesi — tapi gerakan perubahan. Anak-anak kota perlu tahu bagaimana menanam makanannya sendiri. Dan anak muda harus melihat tanah sebagai peluang, bukan keterbatasan,” ujar Evan.(gung)