Kota Batu, 16 Juli 2025 — Sungai Brantas, yang mengalir dari mata air jernih di Kota Batu hingga bermuara di Selat Madura, bukan sekadar bentangan air. Ia adalah sumber kehidupan, penopang sejarah, dan warisan budaya masyarakat Jawa Timur. Sejak era Majapahit, sungai ini menjadi jalur perdagangan, sumber irigasi, penyedia air bersih, hingga penggerak pembangkit listrik. Namun, ancaman pencemaran dan perubahan iklim kini menguji keberlanjutan perannya.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan komitmen pemulihan menyeluruh Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Kunjungan kerja di Arboretum Sumber Brantas menjadi momentum untuk mengajak seluruh pihak memandang sungai bukan hanya sebagai jalur air, melainkan sebagai sumber kehidupan yang harus dijaga bersama.
“Hulu sungai harus tetap sehat agar penyediaan air bersih berkelanjutan. Kami ingin mengembalikan fungsi ekologis kawasan ini melalui langkah nyata dan kolaborasi lintas sektor,” ujar Menteri Hanif.
Warisan Sejarah dan Budaya yang Harus Dilestarikan
Sungai Brantas tercatat dalam naskah kuno Negarakertagama sebagai jalur vital peradaban Majapahit, mengaliri wilayah bersejarah seperti Trowulan, Kediri, hingga Jombang. Airnya kerap digunakan dalam ritual adat sebagai simbol kesucian dan harapan. Menjaga Brantas berarti menjaga warisan budaya sekaligus ekosistem penting bagi jutaan masyarakat.
Pemulihan Dimulai dari Hulu
Dalam aksi simbolis bersama Wali Kota Batu Nurochman, Menteri Hanif melakukan penanaman pohon di kawasan Arboretum Sumber Brantas. Program ini menjadi awal upaya rehabilitasi hulu melalui penghijauan, pelestarian konservasi, dan edukasi lingkungan.
“Kalau hulu sehat, maka manfaatnya akan mengalir hingga ke hilir,” tegas Hanif.
Pengawasan Ketat Kualitas Air
KLH/BPLH bersama Perum Jasa Tirta I dan II meningkatkan pengawasan kualitas air di titik-titik rawan pencemaran. Pemantauan rutin dilakukan terhadap limbah industri, rumah sakit, dan permukiman.
Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Fahmi Hidayat, menyampaikan,
“Jika ada perubahan kualitas air secara tiba-tiba, tim langsung mengambil sampel untuk dianalisis di laboratorium.”
Kolaborasi Jadi Kunci
Upaya pemulihan Brantas melibatkan pemerintah daerah, BUMN, komunitas lingkungan, dan masyarakat. Pendekatan partisipatif ini diharapkan menjadi model pemulihan sungai nasional yang mengedepankan kolaborasi, edukasi, dan inovasi.
Menteri Hanif juga berdialog dengan petani dan pegiat lingkungan, menegaskan bahwa program ini tidak berhenti pada seremoni, tetapi diwujudkan melalui pelatihan konservasi, bantuan bibit, dan penguatan kelembagaan lokal.
Langkah ini sejalan dengan strategi nasional KLH/BPLH untuk pengendalian pencemaran dan pemulihan daya dukung lingkungan, sekaligus mendukung komitmen pembangunan berkelanjutan.
Dengan sejarah sebagai akar, lingkungan sebagai tubuh, dan masyarakat sebagai jiwa, Sungai Brantas berpotensi menjadi model sungai masa depan Indonesia bersih, lestari, dan penuh kehidupan.