Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) resmi memperkenalkan konsep Adipura Baru pada Kamis (7/8/2025). Program ini menjadi instrumen transformasi sistem pengelolaan sampah nasional yang lebih tegas, transparan, dan terintegrasi, dengan target ambisius Indonesia Bebas Sampah pada 2029.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa Adipura kini bukan sekadar penghargaan, tetapi cermin integritas daerah dalam mengelola kebersihan.
“Kalau kota belum bersih, bukan berarti tidak mampu, tapi belum sungguh-sungguh. Tidak ada lagi kota yang bersembunyi di balik baliho hijau,” tegas Hanif.
Penilaian Berbasis Fakta Lapangan
Skema Adipura diperbarui total. Evaluasi tidak lagi hanya melihat tampilan visual, melainkan mengacu pada data lapangan, kapasitas pengelolaan dari hulu ke hilir, serta verifikasi langsung oleh pejabat KLH/BPLH. Kota yang masih memiliki TPS ilegal atau TPA open dumping otomatis diberi predikat Kota Kotor dan tidak masuk penilaian lanjutan.
Tahun ini, penilaian dilakukan mulai Juli hingga Januari selama tujuh bulan penuh. Adipura dibagi menjadi empat peringkat: Kota Kotor, Sertifikat Adipura, Adipura, dan Adipura Kencana. Bobot penilaian meliputi 50% pengelolaan sampah, 20% alokasi anggaran, dan 30% kapasitas SDM serta infrastruktur.
Dukungan Penuh dari Pusat
Sebagai langkah strategis, KLH/BPLH membentuk Waste Crisis Center untuk membantu daerah merancang solusi berbasis karakteristik lokal. Setiap kabupaten/kota wajib memiliki roadmap penutupan TPA open dumping dan menerapkan pengelolaan sampah berbasis sumber, sesuai Keputusan Menteri LH/Kepala BPLH Nomor 1.418 Tahun 2025. Daerah yang mengabaikan aturan ini dapat dikenakan sanksi administratif hingga paksaan pemerintah sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009.
Pendekatan baru ini mengubah pola lama kumpul–angkut–buang menjadi prinsip reduce, reuse, recycle (3R). Pemerintah daerah diarahkan untuk mengalokasikan anggaran pada pembangunan TPS3R, bank sampah, fasilitas RDF, hingga teknologi waste-to-energy. Target nasional: 51,21% sampah terkelola pada 2025 dan 100% pada 2029.
“Investasi sekitar Rp300 triliun diperlukan. Tapi ini bukan hanya soal uang, melainkan visi. Sampah bisa jadi sumber energi, dan kita menuju ke sana,” ujar Hanif.
Kolaborasi Lintas Sektor dan Pengawasan Ketat
KLH/BPLH mengajak provinsi, sektor swasta melalui skema Extended Producer Responsibility (EPR), serta masyarakat untuk terlibat aktif. Edukasi sekolah, kampanye pemilahan sampah rumah tangga, dan integrasi dengan program nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Sekolah Rakyat menjadi bagian dari strategi percepatan.
Sekretaris KLH/Sekretaris Utama BPLH, Rosa Vivien Ratnawati, menjelaskan bahwa transparansi menjadi kunci penilaian. Untuk meraih Adipura Kencana, minimal 75% sampah harus terkelola dengan benar dan tidak ada TPS liar.
Pengawasan juga meluas ke sungai, pantai, dan kawasan perairan. Daerah yang masih membuang sampah ke badan air akan mendapat teguran keras.
Bukan Sekadar Piala
Selain penghargaan, KLH/BPLH akan memberikan insentif non-finansial dan peluang pendanaan berbasis performa bagi daerah yang menunjukkan komitmen tinggi.
“Adipura sekarang adalah instrumen pengawasan, bukan sekadar selebrasi. Rakyat berhak tahu kota mana yang serius, dan mana yang hanya berpura-pura,” pungkas Hanif.
KLH/BPLH mengajak seluruh masyarakat memulai aksi dari rumah: memilah sampah, mengurangi plastik sekali pakai, dan mendorong pemerintah daerah bergerak cepat. (red)