Palemahan.com – Kota Yogyakarta tengah menghadapi darurat atau krisis sampah setelah lebih dari 2.000 ton sampah menumpuk di berbagai depo. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Rajwan Taufiq, menegaskan perlunya langkah cepat sekaligus strategi jangka panjang untuk mengatasi persoalan ini.
Menurut Rajwan, hampir semua depo penampungan kini dalam kondisi kelebihan kapasitas. “Kami akan segera berkoordinasi dengan DLHK Provinsi DIY agar pengelolaan sampah bisa lebih terintegrasi,” ujarnya, Jumat (12/9/2025).
Ia menjelaskan, kuota pembuangan ke TPA Piyungan juga terbatas. Hingga akhir 2025, Kota Yogyakarta hanya mendapat jatah 2.400 ton sampah atau sekitar 600 ton per bulan. Padahal, produksi sampah harian di kota pelajar ini mencapai 260 ton, bahkan bisa menembus 300 ton saat libur panjang.
“Sekarang saja timbunan di depo sudah lebih dari 2.000 ton. Kalau tidak ada upaya pengurangan dari sumbernya, persoalan akan semakin berat,” jelasnya.
Rajwan menekankan peran masyarakat sangat penting, terutama dalam mengelola sampah rumah tangga. Dari total timbulan sampah, sekitar 60 persen merupakan sampah organik yang bisa diolah menjadi kompos atau pakan ternak.
“Jika sampah organik dikelola di tingkat rumah tangga, beban depo bisa berkurang signifikan,” tambahnya.
DLH Kota Yogyakarta kini menyiapkan strategi ganda: menekan volume sampah dari sumber sekaligus memperkuat pengelolaan jangka panjang. Rajwan menyebut kolaborasi antara Pemkot, Pemprov, dan warga menjadi kunci agar Yogyakarta tidak terus terjebak dalam siklus krisis sampah.