Jakarta, 29 Juli 2025 — Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) resmi mensosialisasikan dua regulasi strategis, yaitu PP Nomor 26 Tahun 2025 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) dan PP Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM). Kedua aturan ini diharapkan menjadi terobosan penting dalam memperkuat tata kelola lingkungan berbasis bukti ilmiah dan prinsip keberlanjutan.
Acara sosialisasi dibuka langsung oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Wakil Kepala KLH/BPLH, Diaz Hendropriyono. Dalam sambutannya, ia menyoroti fenomena banjir di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bogor, Bandung, dan Semarang yang kerap terjadi meski curah hujan tergolong moderat.
“Masalah ini bukan semata karena curah hujan, tetapi karena kesalahan tata ruang, alih fungsi lahan, konversi hutan, pembangunan di daerah aliran sungai, dan minimnya ruang terbuka hijau,” tegas Diaz.
Diaz mendorong pemerintah daerah untuk segera menetapkan RPPLH sebagai dokumen resmi perencanaan pembangunan yang memperhitungkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Menurutnya, pembangunan ke depan harus mengedepankan kelestarian lingkungan untuk mencegah bencana ekologis.
Forum ini turut dihadiri perwakilan dari berbagai kementerian dan lembaga strategis, seperti Kemenko Pangan, Sekretariat Kabinet, BPDLH Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, ATR/BPN, BRIN, dan Polri.
Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan SDA Berkelanjutan KLH/BPLH, Sigit Reliantoro, menjelaskan bahwa RPPLH disusun dengan pendekatan scenario planning jangka 30 tahun berbasis data dan kajian ilmiah.
“RPPLH adalah skenario perencanaan jangka panjang. Untuk itu kita perlu memahami kondisi eksisting (baseline) lingkungan sebagai dasar perencanaan,” ujar Sigit.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Kemenko Pangan, Nani Hendiarti, menegaskan bahwa pengelolaan mangrove bukan hanya berdampak pada mitigasi perubahan iklim, tetapi juga mendukung ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat pesisir.
Diaz menambahkan bahwa kedua PP ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang baru terealisasi setelah 16 tahun. Ia mengajak semua pihak untuk segera menindaklanjuti dengan regulasi turunan, termasuk Peraturan Daerah RPPLH, agar implementasi berjalan efektif.
“Dengan adanya dua PP ini, tata kelola lingkungan di Indonesia diharapkan menjadi lebih terstruktur, sistematis, dan berkelanjutan,” tutup Diaz.
Acara diakhiri dengan diskusi panel lintas kementerian, lembaga, sektor swasta, dan BUMN untuk memperkuat sinergi dalam mewujudkan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.