Palemahan.com | Mojokerto — Aktivitas penambangan material non-logam (Galian C: pasir, sirtu, batu, tanah urug) di Kabupaten Mojokerto dilaporkan semakin meluas sepanjang 2024–2025. Berbagai media lokal mencatat munculnya banyak titik Galian C yang diduga beroperasi tanpa izin resmi, menimbulkan gangguan lingkungan, kerusakan infrastruktur jalan, dan ancaman keselamatan bagi warga.
Titik-titik panas dan pola operasi
Investigasi dan pemberitaan menunjukkan beberapa kecamatan dan desa yang berulang kali disebut sebagai lokasi bermasalah, antara lain Kutogirang (Ngoro), Bleberan (Jatirejo), Parengan (Jetis), serta area-area di sekitar Gondang dan Lebakjabung. Di banyak titik itu terpantau mobilitas alat berat dan truk pengangkut material dalam jumlah besar setiap hari, tapi papan izin dan dokumentasi perizinan tidak terlihat di lapangan.
Dampak lingkungan dan sosial
Warga setempat mengeluhkan debu yang menurunkan kualitas udara, kerusakan jalan desa akibat lalu-lalang truk berat, berkurangnya produktivitas lahan pertanian, serta perubahan aliran air yang mengancam sumber irigasi. Laporan-laporan juga menyebutkan praktik penggunaan bahan bakar subsidi yang diduga tidak sesuai peruntukan, serta potensi kebocoran pendapatan daerah akibat aktivitas yang tidak tercatat.
Kasus hukum dan keselamatan
Beberapa kasus penindakan dan proses hukum tercatat: ada pelaku yang ditangkap dan disidangkan karena melakukan penambangan tanpa izin, serta insiden keselamatan yang menimbulkan korban. Kejadian-kejadian ini mengangkat pertanyaan soal pengawasan keselamatan kerja di lokasi tambang dan perlindungan terhadap pelapor atau jurnalis yang meliput.
Penegakan hukum: reaktif atau proaktif?
Meski beberapa lokasi sempat dihentikan usahanya setelah protes warga atau operasi penertiban, sejumlah laporan menuduh penegakan hukum berjalan tidak konsisten — ada lokasi yang tetap beroperasi meski telah beberapa kali dilaporkan. Tuduhan adanya oknum yang “mengamankan” aktivitas hingga lemahnya koordinasi antar-instansi menjadi narasi berulang di sejumlah pemberitaan lokal.
Kunjungan pengawas dan perhatian politik
Isu galian C di Mojokerto sempat mendapat perhatian tingkat lebih tinggi: Tim Panja Minerba DPR RI/komisi terkait melakukan kunjungan kerja dan peninjauan ke lokasi-lokasi yang dilaporkan bermasalah pada akhir 2024, sebagai bagian upaya meminta klarifikasi dan mempercepat penanganan. Kunjungan ini menunjukkan perhatian lembaga pengawas terhadap potensi pelanggaran dan kerugian publik.
Siapa yang bertanggung jawab?
Dari rangkaian pemberitaan dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab terbagi antar beberapa pihak:
- Pemilik/pelaku usaha tambang bertanggung jawab memegang izin, melakukan reklamasi, memenuhi kewajiban lingkungan dan pajak; namun banyak operasi yang dilaporkan tanpa izin.
- Pemerintah Kabupaten dan dinas terkait bertanggung jawab menerbitkan izin, melakukan pengawasan, dan menegakkan sanksi administrasi; publik menilai pengawasan belum maksimal.
- Aparat penegak hukum (Polres/Satpol PP/Inspektorat/Kejaksaan) memiliki kewenangan menindak PETI (pertambangan tanpa izin) dan pelanggaran lingkungan — penindakan tercatat, tetapi belum selalu konsisten.
- Pemerintah desa/kecamatan harus menjalankan pengawasan lokal dan transparansi mengenai izin lokasi; peran ini dinilai beragam efektivitasnya.
- Masyarakat, media, dan LSM berperan sebagai kontrol sosial yang sering memicu tindakan sementara ketika melaporkan pelanggaran.
Rekomendasi langkah cepat yang sering disarankan oleh pengamat dan media
Berdasarkan analisis dan laporan lapangan 2024–2025, langkah prioritas yang diusulkan adalah:
- Inventarisasi menyeluruh (pemetaan semua titik galian C legal dan diduga ilegal).
- Transparansi perizinan (publikasi daftar pemegang izin, dokumen Amdal/Izin Lokasi, serta pemasangan papan izin di lapangan).
- Penegakan hukum yang konsisten terhadap PETI dan pelaku pelanggaran lingkungan, termasuk penelusuran alur distribusi material dan BBM subsidi.
- Perlindungan warga dan pelapor agar pelaporan pelanggaran tidak berujung intimidasi; peningkatan standar keselamatan kerja di lokasi tambang.
Kesimpulan
Masalah maraknya Galian C di Kabupaten Mojokerto bukan hanya soal satu pelaku; ini persoalan tata kelola sumber daya, pengawasan birokrasi, dan penegakan hukum yang memerlukan tindakan terpadu. Tanpa langkah koordinatif dan transparan, dampak lingkungan, kerugian pendapatan daerah, dan risiko keselamatan publik diperkirakan akan terus berulang.