
Palemahan.com-Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mengambil langkah tidak biasa untuk menekan kebiasaan warga bakar sampah sembarangan. Alih-alih hanya mengandalkan denda, Pemprov DKI kini tengah mengkaji penerapan sanksi sosial yang akan membuat pelaku “viral” — tapi bukan karena prestasi, melainkan karena wajahnya akan dipublikasikan di media sosial resmi Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan bahwa ide ini muncul sebagai bentuk terobosan dalam mengubah perilaku masyarakat yang masih menganggap pembakaran sampah sebagai hal sepele. “Kami sedang pertimbangkan sanksi sosial, misalnya dengan menampilkan wajah pelaku di media sosial DLH. Harapannya, masyarakat bisa jera dan tidak mengulangi perbuatannya,” ujar Asep di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Langkah ini dinilai perlu karena pembakaran sampah (open burning) masih sering ditemukan di lingkungan padat penduduk, terutama di wilayah pinggiran Ibu Kota. Padahal, praktik tersebut menjadi salah satu penyumbang terbesar polusi udara di Jakarta. Asap hasil pembakaran mengandung zat karsinogenik yang dapat memicu gangguan kesehatan seperti asma, penyakit paru-paru, bahkan kanker.
Asep menegaskan, solusi jangka panjang bukan hanya soal denda, tetapi perubahan pola pikir warga. “Masalahnya bukan sekadar uang, tapi kebiasaan. Masyarakat harus sadar bahwa membakar sampah berarti meracuni udara yang kita hirup sendiri,” katanya.
Menariknya, ide mengenai sanksi sosial ini pertama kali diusulkan oleh Profesor Riset BRIN, Muhammad Reza Cordova. Ia menilai hukuman denda Rp500 ribu yang berlaku saat ini masih terlalu ringan dan belum menyentuh aspek psikologis masyarakat.
“Kalau difoto dan dipajang di ruang publik atau media sosial, kemungkinan besar orang itu tidak akan mengulanginya. Orang Indonesia biasanya lebih takut malu daripada rugi uang,” jelas Reza.
Namun, Reza tak hanya menyoroti sisi hukuman. Ia juga menekankan bahaya jangka panjang dari kebiasaan membakar sampah. Hasil penelitiannya sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik di air hujan Jakarta — partikel kecil yang muncul akibat pembakaran limbah plastik di udara. “Mikroplastik ini bisa terbawa angin, lalu turun lagi bersama hujan. Itu berarti udara yang kita hirup sudah tercemar partikel berbahaya,” ujarnya.
Lebih parah lagi, mikroplastik tersebut bisa menjadi tempat menempel bagi berbagai polutan dan mikroba patogen. “Partikel itu bisa membawa bakteri, virus, dan bahan kimia berbahaya masuk ke tubuh kita tanpa disadari,” lanjutnya.
Wacana sanksi sosial ini pun menuai perhatian publik. Sebagian masyarakat menilai langkah tersebut inovatif karena menyentuh sisi psikologis warga, bukan hanya finansial. Namun, ada pula yang menilai perlu ada edukasi berkelanjutan agar masyarakat memahami bahaya pembakaran sampah, bukan sekadar takut dihukum.
Meski begitu, Pemprov DKI yakin kebijakan ini bisa menjadi titik awal perubahan besar. “Kalau malu bisa membuat orang berhenti membakar sampah, kenapa tidak dicoba? Ini bukan soal mempermalukan, tapi menumbuhkan kesadaran,” kata Asep menutup.
Dengan Jakarta yang terus berjuang menurunkan tingkat polusi, sanksi sosial ini bisa menjadi “tamparan lembut” bagi warga agar berhenti membakar sampah dan mulai berpikir lebih hijau — karena menjaga udara bersih bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab setiap napas yang dihirup warga kota ini.










VIDEO
