Jakarta, 22 September 2025 – Menjaga bumi kini bukan lagi sekadar urusan sains atau regulasi, melainkan juga panggilan moral. Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menekankan pentingnya tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menggerakkan kesadaran publik menghadapi krisis lingkungan.
Hal itu ditegaskan dalam forum lintas agama bertajuk “Kolaborasi Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Mendorong Kepedulian Lingkungan” yang menghadirkan pemimpin lintas iman, akademisi, serta aktivis masyarakat. Forum ini bukan hanya tempat diskusi, tetapi juga wadah membangun kepemimpinan moral untuk mengubah kesadaran menjadi aksi nyata.
Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bergerak sendiri.
“Kepemimpinan dan masukan dari tokoh agama serta masyarakat sangat dibutuhkan agar gerakan perlindungan lingkungan lebih berdampak luas,” ujarnya.
Krisis Lingkungan Jadi Krisis Kemanusiaan
Indonesia tengah menghadapi tantangan serius. Dari 56,63 juta ton sampah per tahun, sekitar 34,54 juta ton belum terkelola. Deforestasi masih terjadi, emisi gas rumah kaca tembus 1,8 miliar ton CO₂e, sementara 343 daerah masih melakukan pembuangan sampah secara terbuka. Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah lingkungan sudah menyentuh langsung kehidupan manusia.
Wamen LH, Diaz Hendropriyono, menambahkan hasil survei Purpose dan YouGov yang menunjukkan ulama dan pemuka agama memiliki pengaruh besar dalam menggerakkan masyarakat.
“Krisis iklim bukan sekadar fenomena alam, melainkan akibat ulah manusia. Karena itu, kolaborasi dengan tokoh agama adalah kunci,” tegasnya.
Lintas Iman, Satu Suara untuk Bumi
Dalam forum ini, para tokoh agama bersuara senada. Din Syamsuddin menekankan pentingnya memperluas kolaborasi hingga melibatkan dunia usaha. Pendeta Johan Kristantara mendorong gereja menjadi pelopor ekologis, sementara Romo Ferry Sutrisna mengingatkan ajaran Laudato Si sebagai panduan umat Katolik menjaga bumi.
Dari sisi umat Buddha, Prof. Philip Kuntjoro menekankan praktik sehari-hari seperti program Eco Vihara. Tokoh Hindu, Astoro Chandra Dana, mengangkat tradisi Nyepi sebagai teladan global dalam penghematan energi.
Akademisi Prof. Bagus Muljadi menegaskan krisis ekologis juga merupakan krisis moral. Menurutnya, sudah saatnya membangun etika baru yang berpadu dengan kearifan lokal agar bumi tetap lestari.
Arah Baru Gerakan Hijau
KLH/BPLH menargetkan pengelolaan sampah 100 persen pada 2029 dengan mengedepankan ekonomi sirkular, pengurangan plastik sekali pakai, hingga pemanfaatan energi terbarukan. Melalui forum ini, pemerintah berharap lahir jaringan tokoh agama dan masyarakat peduli lingkungan di berbagai daerah sebagai motor penggerak perubahan perilaku.
Kolaborasi lintas iman dan masyarakat diharapkan menjadi kekuatan baru Indonesia dalam menghadapi krisis iklim global. Karena menjaga bumi, pada akhirnya, bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga kewajiban moral setiap insan.
Berita ini disusun berdasarkan Siaran Pers KLH/BPLH Nomor: SR.236/HUMAS/KLH-BPLH/9/2025