Jakarta, 26 September 2025 – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), bersama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), mendukung penuh peluncuran program Seed Grant – Smart Green ASEAN Cities (SGAC). Program ini dirancang untuk mempercepat transformasi kota-kota Indonesia menuju pembangunan hijau serta menguatkan mekanisme pembiayaan hijau dan ekonomi sirkular yang aman dan berkelanjutan.
Peluncuran SGAC mendapat dukungan dari UNCDF dan UNDP Indonesia, serta dihadiri oleh para pemangku kepentingan: pemerintah daerah, lembaga keuangan, dan mitra pembangunan internasional. Kehadiran berbagai pihak ini menunjukkan bahwa tantangan pengelolaan sampah dan perubahan iklim memerlukan kolaborasi multi-pihak.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup / Wakil Kepala BPLH, Diaz Hendropriyono, menyampaikan bahwa kolaborasi yang melibatkan pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting untuk mewujudkan kota hijau yang berketahanan iklim.
“Program ini tidak hanya mendukung pengurangan emisi dari sektor limbah, tetapi juga menghadirkan mekanisme pembiayaan inovatif bagi pelaku ekonomi sirkular di masyarakat,” ujarnya.
Diaz menggarisbawahi dua persoalan utama yang harus dihadapi bersama: krisis pengelolaan sampah dan kesenjangan pendanaan iklim. Saat ini, baru sekitar 39 % sampah yang terkelola, dengan efektivitas pengelolaan nyata hanya sekitar 9–10 %. Di sisi lain, kebutuhan pendanaan iklim mencapai Rp 470 triliun per tahun, sedangkan alokasi dari APBN baru sekitar Rp 76 triliun.
“Kesenjangan ini harus dijembatani lewat inovasi, kolaborasi, dan instrumen keuangan hijau yang tepat,” tegasnya.
Sebagai pilot project pertama SGAC, Kabupaten Banyumas dipilih untuk menerima dukungan berupa peralatan teknis dan modal kerja untuk memperkuat pengelolaan sampah terpadu. Termasuk di dalamnya pengembangan fasilitas Refuse-Derived Fuel (RDF) dan Black Soldier Fly (BSF). Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono, menyatakan kebanggaannya atas penunjukan ini dan berharap model ini dapat direplikasi ke daerah lain.
Secara bersamaan, penandatanganan kerja sama penjaminan dilakukan bersama PT JAMKRINDO dalam kerangka Fasilitas Dana Bergulir (FDB) Derisking, didukung oleh UNDP Indonesia. Skema ini diharapkan membuka akses pembiayaan hijau bagi koperasi pengelola sampah, UMKM daur ulang, dan pelaku ekonomi lingkungan yang selama ini sulit memperoleh kredit karena risiko dianggap tinggi.
Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto, menjelaskan bahwa banyak pelaku di sektor lingkungan dikategorikan “non-bankable” akibat keterbatasan agunan atau sistem pencatatan keuangan yang belum memadai. Dengan layanan FDB dan penjaminan, diharapkan mereka tetap dapat mengakses pembiayaan produktif yang mendukung target pembangunan rendah karbon.
Wakil Menteri Diaz menekankan perlunya pengawasan dan dukungan teknis agar pelaksanaan proyek seperti RDF berjalan efektif dan berkelanjutan. Ia mengingatkan bahwa kelancaran suplai sampah, aspek teknis, serta pendampingan daerah harus dipastikan agar reputasi Indonesia di mata komunitas internasional tetap terjaga.
Sebagai penutup, Diaz menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang mendukung SGAC dan skema FDB Derisking.
“Kami siap bekerja sama. Dengan membangun ekosistem kolaboratif ini, semoga Indonesia semakin hijau,” ujarnya.
Berita ini disusun berdasarkan Siaran Pers KLH/BPLH Nomor: SR.244/HUMAS/KLH-BPLH/9/2025.