Mojokerto, Palemahan.com — Udara pagi Kota Mojokerto terasa lebih segar dari biasanya, Sabtu (27/9). Di berbagai sudut kota, ribuan warga turun ke jalan, ke gang, ke selokan, hingga ke taman-taman kota. Mereka tak hanya membawa sapu dan karung sampah—tetapi juga semangat yang sama: membersihkan bumi tempat mereka berpijak.
Aksi besar ini adalah bagian dari peringatan World Clean Up Day (WCD) 2025, gerakan global yang mengajak jutaan orang di seluruh dunia untuk melakukan bersih-bersih secara serentak. Di Mojokerto, gerakan ini dipimpin langsung oleh Wali Kota Ika Puspitasari, yang akrab disapa Ning Ita.
“Tujuan kita jelas—agar Mojokerto lebih asri dan lebih nyaman, bukan hanya hari ini, tapi setiap hari.” ujar Ning Ita di sela-sela kegiatan kerja bakti di Jl. Sawunggaling, Kelurahan Gedongan, Kecamatan Magersari.
Kolaborasi Dua Hari, Dari ASN hingga Komunitas
World Clean Up Day di Mojokerto digelar selama dua hari. Pada Jumat (26/9), sekitar 1.000 ASN membersihkan seluruh kantor pemerintahan. Keesokan harinya, Sabtu (27/9), giliran 2.400 orang yang turun ke lapangan—terdiri dari jajaran Pemkot, TNI, organisasi masyarakat, hingga berbagai komunitas lokal.
Tak hanya ruang publik seperti trotoar dan taman, aksi ini juga menjangkau lingkungan permukiman, menghidupkan kembali semangat gotong royong yang menjadi kekuatan masyarakat Indonesia.
Dampak Nyata: Sampah Turun Hampir 50 Persen
Ning Ita juga mengungkapkan bahwa perubahan positif dalam pengelolaan sampah sudah mulai terlihat nyata. Dalam 1,5 tahun terakhir, Pemkot Mojokerto menggandeng Rekosistem, mitra dari Konsorsium Jepang di Indonesia, untuk mendampingi masyarakat dalam edukasi dan manajemen sampah dari hulu ke hilir.
Hasilnya cukup mengejutkan: volume sampah yang semula mencapai 90.000 ton per tahun, kini berhasil ditekan hingga menjadi 56.000 ton.
“Artinya, ada hampir 50 persen penurunan. Ini menunjukkan ada perubahan perilaku yang mulai tumbuh di masyarakat. Mulai dari memilah sampah di rumah, hingga menjadikan kebersihan sebagai bagian dari gaya hidup,” ujar Ning Ita.
Bukan Tentang Uang, Tapi Budaya
Menurut Ning Ita, keberhasilan pengelolaan sampah tak selalu ditentukan oleh besar anggaran atau luasnya lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kunci utamanya ada pada budaya dan kedisiplinan masyarakat.
“Kalau kita disiplin dari rumah, sampah tidak akan jadi masalah. Dan alhamdulillah, sekarang kesadaran itu mulai tumbuh,” tambahnya.
Mojokerto Belajar ke Jepang
Kerja sama dengan Konsorsium Jepang juga akan ditingkatkan. Selain pendampingan oleh Rekosistem, rencananya akan ada program fasilitasi pengelolaan sampah langsung ke Jepang, di mana Kota Mojokerto bisa belajar sistem yang lebih maju dan berkelanjutan, lalu menerapkannya sesuai konteks lokal.
Dengan langkah-langkah kecil namun konsisten seperti ini, Mojokerto bergerak menuju kota yang bukan hanya bersih, tapi juga berbudaya lingkungan.